Rabu, 15 September 2010

X. Pengendalian Muka Air


IX. Pengedalian Muka Air

10.1 Untuk Rawa Non Pasang Surut

Pengendalian muka air jaringan reklamasi rawa non pasang surut dilakukan pada pintu pengendali utama di saluran drainase utama yang terletak di bagian hilir (lihat letak pintu air ini pada lampiran 1)

Tujuan pengendalian muka air adalah untuk :

Ø Pengendalian banjir

Ø Penyediaan air (Water Storage)

Ø Pengendalian salinitas

Dengan penyediaan air (water storage) dan pengendalian salinitas tersebut , dimaksudkan untuk dapat melaksanakan instruksi-instruksi Zona Pengelolaan Air pada petak tertier.

Rencana muka air untuk rawa non pasang surut dibuat untuk pengoperasian pintu air pengendali utama tiap bulan selama satu tahun.

10.2 Untuk Rawa Pasang Surut

Pengendalian muka air jaringan reklamasi pada pintu air pengendali tertier (lihat lokasi pintu air petak tertier pada gambar rancangan pola keterpaduan program peningkatan kinerja pengembangan lahan reklamasi rawa berbasis koperasi kemitraan dalam lampiran 17)

Tujuan pengendalian muka air pada rawa pasang surut adalah untuk :

Ø Pengendalian banjir

Ø Pengelolaan air dan tanah sesuai instruksi dalam Zona Pengelolaan Air.

Rencana muka air untuk rawa pasang surut telah ditetapkan dalam Zona Pengelolaan Air yang tergantung pada kondisi :

Ø Muka air pasang surut pada saluran tertier

Ø Curah hujan

Ø Unit lahan (= kualitas lahan)

Ø Tipe pemanfaatan bagi jenis tanamannya.

X. Hal-hal yang harus diketahui oleh para Penyelenggara pengelolaan sumber daya alam rawa.

11.1 Pola Pikir Pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa versus Pola Pikir Pengelolaan Sistim Irigasi

11.1.1.Pola pikir pengelolaan sumber daya alam rawa di seluruh dunia termasuk di Indonesia adalah bahwa bertolak dari penguasaan Negara, maka hasil pengelolaan lahan rawa / lahan basah berupa lahan reklamasi rawa, harus dimanfaatkan untuk sebagian dipakai sendiri oleh Pemerintah dan sebagian lagi didistribusikan kepada rakyatnya .

(Di Indonesia hal ini dapat dibaca dari :

· Pasal 33 ayat – ayat 3 dan 5 UUD 1945

· Pasal 6 ayat – ayat (1) dan (2) UU No.7 tahun 2004

· Pasal 5 ayat – ayat (1) dan (2) PP, No.27 tahun 1991

· Pasal 8 s/d 26 Peraturan Menteri PU No.64/PRT/1993 tahun 1993

· Pasal 12 7 14 PP No.16 tahun 2004

· Surat Edaran Kepala BPN No.410 – 1512 tanggal 14 Juni 2004 perihal penegasan tanah objek pengaturan penguasaan tanah / land reform dan pelaksanaan redistribusinya

· Pasal 3 Peraturan Menteri dalam Negeri No.5 tahun 1974).

Pola pikir pengelolaan sistim irigasi adalah pemberian air kepada lahan kering yang umumnya tidak dikuasai oleh Negara; dalam hal ini hasil pengelolaan yang didistribusikan adalah air (bukan lahan).

Dari kedua pola pikir yang berbeda tersebut akan melahirkan cara pengelolaan, masalah, kebijakan (misi) dan visi yang berbeda pula .

Sehingga akan keliru kalau pengelolaan sumber daya alam rawa disamakan seperti pengelolaan sistim irigasi seluruhnya.

11.1.2 Karenanya berdasar butir 11.1.1 pengelolaan sumber daya alam rawa merupakan bagian dari urusan pemerintahan. Jadi Pemerintah berkewajiban dan mempunyai hak untuk menetapkan pengaturan tentang :

Ø Visi yang ingin dicapai

Ø Misi- misi yang perlu untuk mencapai visi tersebut

Catatan :

Visi = rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Misi = rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

Strategi = langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.

Kebijakan / policy = arah / tindakan yang diambil oleh Pemerintah pusat / Daerah.

Program = instrument kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah / lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.

11.2. Pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa

  • Pengelolaan sumber daya alam rawa adalah suatu proses :

ü Perencanaan

ü Pelaksanaan

ü Pemantauan

ü Evaluasi

dari :

ü Konservasi sumber daya alam rawa

ü Pengendalian daya rusak sumber daya alam rawa

ü Pendayagunaan sumber daya alam rawa yang dilakukan dengan cara :

v Konsevasi

v Reklamasi

v Kombinasi konservasi dan reklamasi

  • Karenanya hubungan proses pengelolaan dan kegiatan proyek sumber daya alam rawa adalah sebagai berikut :

No.

Urutan proses pengelolaan sumber daya alam rawa

No.

Urutan kegiatan proyek sumber daya alam rawa

a.

b.

c.

d.

Rencana

Pelaksanaan

Pemantauan

Evaluasi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Studi rekonesan *)

Studi kelayakan *)

Perencanaan teknik **)

Pelaksanaan konstruksi **)

Operasi & pemeliharaan **)

Pemantauan no.1 s/d 5 *)

Evaluasi no. 1 s/d 5 *)

Catatan:

*) = untuk / terhadap keseluruhan rencana pengelolaan sumber daya alam rawa.

**) = boleh parsial


  • Proyek adalah kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat.

  • Proses perencanaan pengelolaan sumber daya alam rawa diawali dengan pembuatan pola pengelolaan sumber daya alam rawa.

Adapun contohnya dapat dilihat pada lampiran 25 tentang peta pola pengelolaan sumber daya alam rawa Bengawan Jero.

Pola pengelolaan sumber daya alam rawa harus mengacu kepada pola pengelolaan sumber daya air; yang gambarannya dapat dilihat pada lampiran 21 tentang gambaran peta pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dengan pola pengelolaan sumber daya alam rawa di dalamnya.

Dari pola pengelolaan sumber daya alam rawa kemudian dibuat rencana pengelolaan sumber daya alam rawa.

Rencana pengelolaan sumber daya alam rawa ini menjadi dasar kegiatan studi rekonesan, studi kelayakan dan perencanaan teknis..

Pola dan rencana pengelolaan sumber daya alam rawa harus dibuat secara menyeluruh (holistik), jangan parsial.

Dalam hal tak ada / kurang peluang, maka perencanaan tekniknya boleh parsial.

  • Bagan alir perencanaan teknik sumber daya alam rawa pasang surut adalah seperti dapat dilihat pada bagan alir aktivitas perencanaan teknik jaringan reklamasi rawa pasang surut pada lampiran 19.

  • Visi pengelolaan sumber daya alam rawa adalah sebagai berikut :

a) Maksud *)

Terwujudnya masyarakat adil / makmur berdasarkan Pancasila yang dilandasi Undang – Undang Dasar 1945 (beserta perubahannya) di daerah rawa di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b) Tujuan (lihat lampiran No.17)

Terwujudnya hasil penyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam rawa terpadu **) yang tertib, aman ,tentram dan berkelanjutan **) di daerah rawa dalam wilayah sungai yang :

1. manfaatnya (= air,jasa air, lahan **) , dan hasil produksi ) dinikmati masyarakat secara adil dan merata dengan prioritas masyarakat miskin **) .

2. tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi di sektor – sektor :

2.1. primer (sumber daya alam)

2.2. sekunder (manufaktur)

2.3. tertier (seperti keuangan, perbankan, telekomunikasi, perhubungan,sektor informal dan seterusnya.)

2.4. angkatan kerja (buruh tani, buruh tukang dan seterusnya)

3. kelembagaannya berkualitas

4. sistim pembiayaannya adil dengan pajak dari manfaat pengelolaan sumber daya alam rawa diprioritaskan untuk membiayai kembali pengelolaan sumber daya alam rawa; sehingga tercipta kondisi pembiayaan berkelanjutan ***)

5. sistim informasinya berkualitas

6. mendapatkan kemudahan sistim pemberdayaan dan pengawasan bagi pemilik kepentingan.

7. masyarakatnya sadar akan hak dan kewajibannya.

Catatan :

*) = amanat pasal 33 UUD 1945 dan pasal 3 Undang-Undang Sumber Daya Air No.7 tahun 2004.

**) = amanat pada sasaran sub agenda pembangunan sumber daya air Peraturan Presiden RI No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009 dan pasal 3 Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7 tahun 2004.

***) = amanat pada sub agenda penanggulangan kemiskinan Peraturan Presiden RI No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009 dan pasal 3 Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7 tahun 2004.

Ø Misi dalam mencapai visi pengelolaan sumber daya alam rawa adalah meliputi pengaturan aspek-aspek (sesuai arahan UU No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air) :

a. Hasil pengelolaan

b. Proses pengelolaan

c. Pembiayaan pengelolaan

d. Sistim informasi pengelolaan

e. Pemberdayaan dan pengawasan para pemilik kepentingan

f. Hak, kewajiban dan peran masyarakat

g. Koordinasi

Penjabaran dari aspek-aspek tersebut tak dijelaskan disini, tetapi hendaklah diketahui bahwa penjabaran ini haruslah berdasarkan :

1) Visi yang ingin dicapai

2) Latar belakang masalah / kendala dalam mencapai visi

3) Arahan peraturan / perundangan yang sudah ada yang berkaitan dengan pencapaian visi.

4) Ilmu / teknologi yang relevan / sesuai untuk mencapai visi ( antara lain rawa, pertanahan dan sebagainya ).

(pelajari inti manajemen pemerintahan dalam mengelola sumber daya alam yang dikuasakan kepadanya).

Latar belakang / identifikasi masalah


1. Kekurangan dalam Peraturan Pemerintah No. 27 th. 1991 tentang rawa dipandang dari aspek-aspek sbb :

1.1. Undang-undang no. 5 th. 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria / Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 5 th. 1974 pasal 3

· Dalam Undang-undang no. 11 th. 1974 tentang Pengairan dan Undang-undang no. 7 th. 2004 tentang sumber daya air tercipta hak menguasai dari Negara terhadap lahan rawa (=sumber air) oleh Dept. PU / Ditjen. SDA. Menurut Undang-undang no. 5 th. 1960 tersebut wujud dari hak menguasai adalah hak pengelolaan untuk :

a. merencanakan dan pengunaan tanah yang bersangkutan

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada ditentukan oleh Dept. P.U / Ditjen. SDA pemegang hak tersebut yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh Pejabat-pejabat yang berwenang menurut Peraturan Dalam Negeri no. 6 th. 1972 tentang Pelimpahan Wewewnang Pemberian Hak atas Tanah, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

· Bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak lain dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Pemberiannya dilakukan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang ATAS USUL PEMEGANG HAK PENGELOLAAN yang bersangkutan (= land policy = kebijakan lahan).

· USUL / kebijakan lahan dan prosesnya seharusnya diatur didalam Peraturan Pemerintah no. 27 th. 1991 tentang Rawa, tetapi ternyata hal tersebut tak dilakukan. Kekurangan ini dimuat pada Per Men no. 64/PRT/1993 pasal 26 secara samar-samar. Untuk diketahui Pimpinan Dept. P.U / Ditjen. Pengairan waktu itu telah membuat model proses kebijakan lahan di Rawa Sragi th. 1980 s/d 1982 (BTA – 78) dan di Rawa ISDP th. 1996 s/d th 2000 (IBRD Loan 3755 – IND) untuk diteladani selanjutnya dan agar diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Rawa.

1.2. Teknologi

Pengaturan pengelolaan sumber daya alam rawa dalam Peraturan Pemerintah no. 27 th. 1991 tentang rawa tidak didasarkan pada teknologi konsep zona pengelolaan air, dan pengembangan bertahap. Teknologi konsep pengelolaan air telah menjadi pedoman Dept. P.U / Ditjen.S.D.A sejak bulan Januari 1995.

Begitu juga konsep pengembangan rawa bertahap telah dianut sejak awal pembentukan Direktorat Rawa Ditjen. Pengairan dahulu. Akibat dari hal-hal ini terjadilah malapetaka Proyek Lahan Gambut 1 juta Ha yang kita semua tak menghendakinya.

1.3. Ilmu / philosopy

a. Terdapat kesalahan pemahaman tentang arti reklamasi lahan (= land reklamation).

Arti harafiahnya reklamasi lahan adalah usaha untuk memperoleh kembali lahan (to reclaime land berarti memperoleh kembali lahan).

Menurut ilmu yang diajarkan kepada jajaran Direktorat Rawa Ditjen. Pengairan th. 1977 (BTA-60), maka reklamasi lahan didefinisikan sebagai berikut :

Reklamasi lahan adalah pemakaian dan perbaikan lahan alam untuk tujuan :

1. budidaya pertanian / perkebunan / perikanan / peternakan

2. industri / permukiman

3. lainnya

Jadi output dari reklamasi lahan adalah lahan siap pakai (= lahan yang telah diperbaiki untuk dapat dipakai).

Dipandang dari Undang-undang no. 7 th. 2004 tentang sumber daya alam maka arti reklamasi rawa pada Peraturan Pemerintah no. 27 th. 1991 tentang rawa adalah pengembangan sumber daya alam rawa, jadi rancu / tak dapat dipakai lagi.

b. Secara fisik pengertian rawa dalam Peraturan Pemerintah no. 27 th. 1991 rancu dengan pengertian situ dan danau karena tak adanya criteria kemiringan wadah genangan air.

c. Penanggulangan daya rusak sumber daya alam rawa tak diatur dalam Pertauran Pemerintah no. 27 th. 1991, begitu juga tentang pendayagunaan tak lengkap diatur.

d. Tujuan pengaturan dalam Peraturan pemerintah no. 27 th. 1991 tentang rawa tak jelas apakah untuk pengelolaan sumber daya alam rawa terpadu yang berkelanjutan dalam kesatuan wilayah atau bukan, untuk diketahui bahwa dari pengalaman ternyata pengelolaan sumber daya alam rawa baru berhasil apabila dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan.

1.4. Kesanggupan P3A untuk membiayai pemerintah saluran drainase tertier.

Dimensi saluran drainase tertier jaringan reklamsi rawa sangatlah besar jika dibandingkan dengan saluran irigasi tertier, karenanya pembiayaan pemeliharaan saluran ini tak akan mampu dilakukan oleh P3A. Dalam hal ini sebaiknya ditanggung oleh Pemerintah.

Karenanya pengertian saluran drainase tertier jaringan reklamasi rawa yang harus dibiayai oleh P3A yang ada dalam Peraturan Menteri P.U 64/PRT/1993 / Peraturan Pemerintah no. 27 th. 2004 tentang rawa perlu dirubah.

2. Masalah dalam pengelolaan sumber daya alam rawa

2.1. Pengertian pengelolaan sumber daya alam rawa

Pengelolaan sumber daya alam rawa adalah proses

. Perencana

. Pelaksanaan

. Pemantauan

. Evaluasi

. Langkah tindak lanjut

dari :

. Konservasi sumber daya alam rawa

. Pengendalian daya rusak sumber daya alam rawa

. Pendayagunaan sumber daya alam rawa yang dilakukan dengan cara :

. Konservasi

. Reklamasi

. Kombinasi konservasi dan reklamasi


2.2. Peluang untuk pendaya gunakan sumber daya alam rawa

a. Pendayagunaan sumber daya alam rawa sampai dengan saat ini baru mencapai + 7 % (+ 3 juta Ha) dari potensinya (+ 39 juta Ha).

Jadi masih tersedia potensi yang cukup besar guna didayagunakan lagi.

b. Lahan budidaya pertanian / perkebunan / perikanan / peternakan di P. Jawa telah makin menyempit, untuk mengimbangi dan menambahnya diperlukan pembukuan lahan baru / ekstensifikasi lahan antara lain di daerah rawa. Lahan rawa sebenanrnya merupakan harapan masa depan penambahan lahan budidaya bagi Negara Kesatuan R.I.

c. Apabila maksud pada butir b diatas dilakukan secara terpadu guna mencapai sasaran pembangunan ekonomi di daerah tersebut, maka masalah pengngangguran disektor angkatan kerja ditempat lainnya di wilayah Negara Kesatuan R.I. berpotensi untuk dapat diatasi atau minimal dikurangi.

2.3. Potensi dan kendala (= daya rusak) sumber daya alam rawa

a. Dengan adanya peluang pendayagunaan tersebut pada butir 2.2 diatas, maka sumber daya alam rawa perlu dikelola sedemikian hingga potensi-potensinya :

· dilestarikan dan

· dimanfaatkan secara optimal

b. Untuk diketahui bahwa apabila dalam sumber daya alam rawa objek daya rusak (= kendala) tak dikendalikan / diatasi, maka akan timbul bencana seperti yang dialami oleh Proyek Lahan Gambut satu juta hektar dipropinsi Kalimantan Tengah.

c. Sebenarnya hakekat pendayagunaan sumber daya alam rawa adalah pengelolaan air dan tanah secara terpadu dengan melestarikan / memanfaatkan potensinya secara optimal dan mengendalikan / mengatasi daya rusak (= kendala) nya berbasis tujuan.

d. Penjelasan tentang potensi, kendala (= daya rusak) dan zona Pengelolaan Air diberikan pada butir 3.

2.4. Model pengelolaan sumber daya alam rawa terpadu dan aspek / komponen keterpaduannya

a. Pengertian model pengelolaan sumber daya alam rawa

Model pengelolaan sumber daya alam rawa terpadu adalah suatu pengelolaan sumber daya alam rawa terpadu yang terbaik untuk ditiru atau diteladani.

b. Beberapa aspek / komponen keterpaduan yang dapat dijadikan model dalam pengelolaan sumber daya alam rawa terpadu

Dari pengalaman masa lalu, maka dari beberapa pengelolaan sumber daya alam terpadu beberapa aspek / komponen keterpaduannya dapat dijadikan model. Berikut ini adalah aspek / komponen keterpaduan yang dapat dijadikan model.

1. Untuk daerah rawa non pasang surut Bengawan Jero dipropinsi Jawa Timur

· jaringan reklamasi rawa

· jjringan irigasi

· jaringan transportasi darat dan air

· O & P jaringan reklamsi rawa dan jaringan irigasi untuk keperluan :

· budidaya pertanian / perikanan

· pengendalian banjir

· kelembagaan O & P termasuk forum kordinasinya

· integritas pengelolaan sumber daya alam rawa dalam kesatuan wilayah sungai

· lembaga-lembaga keuangan

· sistim pengendalian tenaga kerja

· sistim pendidikan non formal (terutama melalui kegiatan keagamaan)

· sistim pelayanan kesehatan masyarakat

· kelemgaan P3A / Kontak tani

· lembaga pemasaran

2. Untuk daerah polder Rawa Sragi dipropinsi Lampung

· aspek sistim distribusi dan redistribusi (= konsolidasi) lahan

· aspek proses dan hasil perencanaan tata ruang

3. Untuk daerah-daerah rawa dalam rangka Proyek Pengembangan Rawa Terpadu / Integrated Swamp. Development Project di propinsi-propinsi Riau, Jambi dan Kalimantan Barat

· aspek aplikasi konsep zona Pengelolaan Air

· aspek pengelolaan model area untuk budidaya pertanian dan O / P jaringan reklamasi rawa

· aspek kegiatan pemeliharaan dan pengembangan pertanian / perikanan / perkebunan / peternakan di daerah rawa

· aspek usut demontrasi tertier untuk budidaya pertanian di daerah rawa

2.5. Kekhawatiran rakyat Petani / Petani gurem **)

Dari peristiwa dimintakannya judicial review oleh sebagian rakyat yang tergabung dalam LSM – LSM, seperti Koalisi Anti Utang, WALHI dan Serikat Tani Nasional terhadap UU no. 7 th. 2004 tentang sumber daya air, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada kekhawatiran tentang adanya pengaturan yang akan menyengsarakan mereka.

Walaupun Mahkamah Agung telah membenarkan UU no. 7 th. 2004 tersebut dan menyatakan tak ada alasan untuk kekhawatiran tersebut diatas, namun mereka masih ingin melihat buktinya pada Peraturan Pemerintah yang menjadi turunannya.

Karenanya dalam Peraturan Pemerintah tentang rawa perlu dapat diperlihatkan kebijakan yang :

1. tidak menyengsarakan rakyat, tetapi sebaliknya mensejahterakan mereka, yang dibuktikan dengan pengaturan hasil dan proses pengelolaan sumber daya alam rawa (tentang hak / kewajiban terhadap lahan, air dan prasarana sumber daya alam rawa) yang berpihak kepada rakyat Petani.

2. membuat rakyatnya dapat menentukan jenis pangan yang dikehendaki dalam batas daya dukung lahan dan airnya.

3. membuat agar prasarana sumber daya alam tingkat primer, sekunder dan tertier menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Catatan :

*) = berazaskan

- tranparansi

- dapat dipertanggung jawabkan

- tanggung jawab

- keadilan

**) = Petani gurem = Petani yang tak punya lahan / Petani yang memerlukan lahan usaha tani

2.6. Dukungan kebijakan dalam Peraturan Pemerintah tentang Rawa terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional th. 2004 – 2009

Kebijakan dalam Peraturan Pemerintah tentang Rawa hendaklah mendukung agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat dari Peraturan Pemerintah no. 7 th. 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional th. 2004 – 2009.

Hal ini dimaksudkan agar kekhawatiran sebagian rakyat Petani / Petani gurem bahwa Undang-undang no. 7 th. 2004 tentang sumber daya air tidak berpihak kepada mereka, tidak terbukti.

Adapun perincian agenda tersebut, diatas yang perlu mendapat dukungan adalah sebagai berikut :

1. bab 16 penanggulangan kemiskinan

arah kebijakan tentang penemuan atas air bersih dan pemenuhan hak atas tanah *)

2. bab 19 revitalisasi pertanian

arah kebijakan tentang peningkatan kemampuan petani, pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas / produksi / daya saing / nilai tambah produk, pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha / mendukung diversifikasi pangan

3. bab 33 percepatan pembangunan infrastruktur

arah kebijakan pembangunan sumber daya air tentang konservasi, pendaya gunaan, pengendalian daya rusak, kelembagaan, modal sosial, ketersediaan data, keserasian pengelolaan demand / supply terhadap hasil penyediaan sumber daya air.


11.3 Peningkatan pendayagunaan lahan rawa sebagai bagian dari pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa.

Langkah-langkah peningkatan pendayagunaan lahan rawa dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Penatagunaan lahan dalam bentuk pola-pola tata ruang(land use) + unit lahan + zona pengelolaan air . Pada tahap ini dibuat lebih dahulu peta unit lahan (= kualitas lahan = sifat lahan ) . Kemudian dibuat peta zona pengelolaan air ( peta tata guna lahan sudah tergambar didalamnya ) . Pada akhirnya peta tata ruang dibuat berbasis peta zona pengelolaan air .
  2. Penyediaan lahan+ air+daya air+drainabilitas . Pada tahap ini dibuat analisa tentang potensi-potensi ketersediaan air, daya air, lahan , drainabilitas berbasis peta zona pengelolaan air .
  3. Penggunaan lahan+ air+daya air+drainabilitas . Pada tahap ini dibuat analisa tentang kebutuhan penggunaan lahan , air , daya air , drainabilitas berbasis potensi-potensi pada butir 2 .
  4. Pengembangan sumber daya alam rawa . Pada tahap ini dibuat lebih dahulu pola pengelolaan sumber daya alam rawa berdasarkan pilihan bentuk-bentuk pengembangan : a) Bukan polder, sesuai tahapan pengembangannya . b) Polder, sesuai tahapan pengembangannya . Pada kedua hal ini juga ditetapkan pilihan cara-cara pendayagunaannya , yaitu : 1) Cara konservasi . 2) Cara reklamasi . 3) Cara kombinasi reklamasi & konservasi . Untuk pola pengelolaan tersebut diatas harus memakai input dari butir-butir 2 dan 3 , serta dibuat dalam kerangka pola sumber daya air wilayah sungai dimana rawa berada . Kemudian dibuat rencana pengelolaan sumber daya alm rawanya beserta kebutuhan saluran , bangunan air , jaringan jalan , jaringan sistim air bersih dan prasarana wilayah lainnya . Terhadap hal-hal tersebut diatas dilaksanakan sesuai dengan urutan tahapan pembangunan suatu proyek yang meliputi : 1) studi rekonesan , 2) studi kelayakan , 3) perencanaan teknis (design) , 4) konstruksi , 5) operasi & pemeliharaan .
  5. Pada tahapan Operasi dan Pemeliharaan lahan-lahan hasil reklamasi rawa dimana H.P.L nya dipegang oleh Instansi Sumber Daya Alam Air , dibuat rencana distribusi/redistribusinya oleh Instansi Sumber Daya Air , untuk kemudian diusulkan kepada B.P.N. Kabupaten , untuk selanjutnya diproses sesuai peraturan/perundangan yang berlaku (lihat lampiran 29 : tentang proses distribusi/redistribusi lahan , percetakan sawah /pembuatan rumah/percetakan kebun untuk dimiliki Petani , penerima lahan reklamasi , pembuatan sawah , bangunan , kebun , Pengusaha penerima lahan reklamasi rawa dengan status H.G.U. & H.G.B. dan juga lampiran 24 ) . Proses distribusi/redistribusi yang benar, terutama tentang penentuan status hak-hak milik/guna usaha/guna bangunan merupakan faktor penting dalam keberhasilan pendayagunaan lahan reklamasi rawa . Karenanya dalam P.P. tentang Rawa & Kep. Men. P.U. tentang Rawa perlu diatur rambu-rambunya .
  6. Pembuatan Usaha Tani (skala rumah tangga & perusahaan ) berikut pengusahaan lahan dengan input modal & tenaga kerja dan budidaya dengan input modal & tenaga kerja .
  7. Pengusahaan lahan dan air . Dalam hal ini sebenarnya sudah termasuk pengertian pengusahaan air secara mikro ( konsep zona pengelolaan air ). Produktivitas pengusahaan lahan dihitung berdasarkan produktivitas lahan seperti dijelaskan pada butir-butir IV dan V. Untuk berbagai kepentingan oleh Instansi Sumber Daya Air yang ada kaitannya dengan pembiayaan operasi , yaitu alokasi pada A.P.B.D. prasarana Sumber Daya Alam Rawa , maka dilakukanlah " Ubinan ", yaitu pengambilan sampel produksi lahan per hektar.
  8. Pengusahaan produksi - produksi pertanian , perkebunan , perikanan pelaksanaannya dilengkapi dengan bioteknologi . Hal ini hendaklah mulai dilaksanakan sejak saat ini dan seterusnya . Untuk diketahui bahwa hal ini diMalaysia telah dilakukan secara "broad base", sedangkan diIndonesia baru dilakukan oleh para Pengusaha tertentu saja .
  9. Produk-produk dari butir 8 tersebut diatas dilanjutkan sebagian menjadi Produk agro industri yang sebaiknya dilakukan secara usaha "Outsourcing", agar lebih effisien , harganya mempunyai daya saing yang tinggi , bernilai tambah dan menambah lapangan kerja .
  10. Pemasaran dilakukan secara model-model pola inti rakyat , kemitraan petani - Bulog , koperasi Farmer Association di Taiwan , koperasi T. Sato dan lain sebagainya .

Catatan :

Ø Semua aktifitas pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa dan usaha tani memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (I.C.T.)


11.4. Tahapan Pengembangan Sumber Daya Alam Rawa *)

(lihat lampiran 18)

Sebagai konsekwesi dari pengetrapan konsep “Zona Pengelolaan Air” pada pengembangan sumber daya rawa, maka perlu diadakan perubahan terhadap kriteria-kriteria dari tahapan pengembangan, sehingga menjadi sebagai berikut :

a. Pengembangan sumber daya alam rawa yang dilakukan dengan cara reklamasi terdiri bentuk-bentuk sebagai berikut :

· Bukan polder

· Polder

b. Reklamasi rawa dalam bentuk polder dilakukan apabila kedalaman drainase lahan rawanya lebih kecil dari 0,30 m.

c. Reklamasi rawa dalam bentuk bukan polder dilakukan apabila kedalaman drainase lahan rawanya sama atau lebih besar dari 0,30 m.

d. Pengembangan sumber daya alam rawa dengan cara reklamasi harus dilakukan secara bertahap sebagai berikut :

1. untuk berbentuk bukan polder.

1.1. tahap awal / sementara / sederhana,

yaitu tahapan yang bangunan airnya dibuat dengan konstruksi sementara / konstruksi dengan biaya relatif murah.

1.2. tahap semi permanen,

yaitu tahapan yang sebagian bangunan airnya dibuat dengan konstruksi permanent dan lainnya masih dibuat dengan konstruksi sementara.

1.3. tahap permanen.

yaitu tahapan yang semua bengunan airnya sudah dibuat permanen.

2. untuk yang berbentuk polder.

2.1 tahap semi permanen

yaitu tahap yang bangunan air utamanya dibuat dengan konstruksi permanent dan lainnya masih dibuat dengan konstruksi sementara.

2.2 tahap permanen.

yaitu tahap yang semua bangunan airnya sudah dibuat permanen.

Catatan :

*) = Pengembangan sumber daya alam rawa harus dilakukan secara bertahap.

11.5 Gambaran / Kedudukan Pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa Dalam Pembangunan Ekonomi

Kedudukan pengelolaan sumber daya alam rawa dalam pembangunan ekonomi sesuatu Negara, dapat digambarkan seperti pada lampiran 20.

Terlihat dari gambaran tersebut, bahwa agar terwujud pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan, maka :

a. Ruang tempat dikelolanya sumber daya alam rawa harus ditata dengan baik, dimana didalamnya terdapat :

· Peta lay out prasarana sumber daya alam rawa

· Peta lokasi kawasan budidaya dan lindung

· Peta distribusi dan redistribusi lahan pendayagunaan rawa (reklamasi rawa).

b. Diperlukan adanya kelembagaan sebagai berikut :

· Sumber daya air

· Pemakai air

· Penyuluh Pertanian lapangan / Kontak Tani

· Keuangan

· Sarana produksi

· Pemerintahan yang diperlukan lainnya.

Distribusi dan redistribusi lahan reklamasi rawa menjadi salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pendayagunaan lahan (produktivitas lahan) dalam upaya mencapai visi pengelolaan sumber daya alam rawa (pertumbuhan ekonomi tinggi yang dinikmati secara adil merata oleh rakyat).

11.6. Tambahan Peraturan Perundangan Yang Harus Diketahui Oleh Para Penyelenggara Pengelola Sumber Daya Alam Rawa.

Selain peraturan perundangan yang harus diketahui pada umumnya oleh para penyelenggara pengelola sumber daya air, maka bagi para penyelenggara pengelola sumber daya alam rawa, perlu ditambah dengan :

1) Undang-Undang No. 6 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria.

2) Peraturan Pemerintah No. 16 tentang penatagunaan tanah.

3) Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan mengenai penyediaan dan pemberian hak untuk keperluan perusahaan.

4) Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No:410-1512 tanggal 14 Juni 2004, perihal penegasan tanah objek pengaturan penguasaan tanah / land reform dan pelaksanaan redistribusinya.

5) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1991 tentang rawa.

6) Keputusan Menteri PU No. 64 /PRT/1993 tentang reklamasi rawa.

7) Undang-Undang No.3 tahun 1972 tentang penyelenggaraan transmigrasi.

8) Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1973 tentang penyelenggaraan transmigrasi.

9) Undang-Undang No. 8 tahun 2004 tentang perkebunan.

10) Undang-Undang No. 19 tahun 2004 tentang kehutanan.

11) Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan.

12) Peraturan Presiden No. 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004 – 2009.

13) Peraturan Daerah tentang sumber daya air / rawa , kalau ada.

11.7. Aspek-Aspek Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa Yang Patut Dijadikan Model

11.7.1 Rawa Jabung di Kabupaten Tuban, Propinsi Jawa Timur (Rawa Non Pasang Surut)

Fungsi multiguna dari pengelolaan sumber daya alam rawa ini patut dijadikan model, begitu juga aspek keterpaduan pola pengelolaannya dengan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai Bengawan Solo.

Adapun fungsi rawa ini adalah :

· Untuk budidaya

· Untuk reservoir

· Untuk retarding basin

Sacara keseluruhan pengelolaan sumber daya alam rawa ini patut dijadikan model, kecuali pemakaian konsep Zona Pengelolaan Air.

Luas rawa ± 5.000 ha.

11.7.2 Rawa Bengawan Jero di Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik ( Rawa Non Pasang Surut)

Fungsi tunggal dari pengelolaan sumber daya alam rawa ini patut diajdikan model, begitu juga aspek keterpaduan pola pengelolaannya dengan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai Bengawan Solo.

Adapun fungsi rawa ini adalah untuk budidaya saja.

Secara keseluruhan pengelolaan sumber daya alam rawa ini patut dijadikan model.

Luas rawa secara keseluruhan ± 39.000.000 ha, dan yang dipakai untuk budidaya ± 14.000.000 ha.

11.7.3 Polder Rawa Sragi di Propinsi Lampung

Dari aspek-aspek proses reklamasi rawa Sragi berbentuk polder yang dapat dijadikan model untuk ditiru adalah aspek distribusi / redistribusi lahannya.

Laporannya secara lengkap dapat dibaca dalam buku berjudul “Land Consolidation in The Rawa Sragi Project” , April 1984 yang dikeluarkan oleh Direktorat Rawa, Direktorat Jenderal Pengairan Departemen PU.

11.7.4 Integrated Swamp Development Project.

Dari kegiatan proyek ini yang patut dijadikan model untuk ditiru adalah sebagai berikut :

Ø Aspek keterpaduan pengelolaan sumber daya alam rawa ini dengan komponen pengelolaan wilayah yaitu :

1. transportasi darat dan air.

2. budidaya pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan.

3. penelitian dan pengembangan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.

4. lembaga keuangan

5. lembaga-lembaga sarana produksi

6. lembaga kesehatan masyarakat

7. lembaga pendidikan masyarakat (pendidikan non formal), termasuk PKK.

8. lembaga BPN.

Ø Aspek aplikasi konsep Zona Pengelolaan Air dalam perencanaan teknik, konstruksi,operasi prasarana sumber daya alam rawa.

Ø Aspek uji coba dan sosialisasi operasi dan pemeliharaan serta budidaya pertanian / perkebunan.