Selasa, 24 Agustus 2010

Tolok Ukur Keberhasilan Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa.



VII.Tolok Ukur Keberhasilan / Daya Guna Operasi - Pemeliharaan Jaringan reklamasi Rawa yang berupa Tingkat Pendayagunaan Lahan Reklamasinya (Produktivitas Lahan).

Ø Aktivitas operasi dapat dibaca pada jadwal kegiatan O & P jaringan prasarana sumber daya alam rawa pada lampiran 10.

Kegiatan utamanya terdiri dari :

1. Perencanaan yang meliputi :

· Persiapan

· Rapat koordinasi perencanaan

· Pembuatan rencana

2. Pelaksanaan yang meliputi :

· Persiapan

· Pengumuman rencana

· Rapat koordinasi

· Pelayanan air

3. Pemantauan

4. Evaluasi

5. Penanganan hasil evaluasi

Ø Objek Pemantauan adalah :

ü Debit (untuk saluran irigasi) & elevasi muka air

ü Curah hujan

ü Sedimen / kenaikan dasar saluran

ü Kualitas air

ü Unit lahan

ü Luas jenis tanaman

ü Kerusakan tanaman dan kerusakan lainnya akibat daya rusak sumber daya alam rawa

ü Luas tanaman tertinggi

ü Ubinan (=sampling hasil tanaman per ha)

ü Bencana alam

Ø Objek Evaluasi adalah :

ü Hasil operasi dibandingkan terhadap rencana operasi

ü Tanaman

ü Hujan

ü Debit untuk saluran irigasi & elevasi muka air untuk semua sungai / saluran

ü Pasten (kebutuhan air dari tanaman per ha)

ü Kualitas air

ü Unit lahan & zona pengelolaan air

ü Sediment / kenaikan dasar

ü Produksi

ü Intensitas tanaman

ü Biaya operasi / ha

ü Hasil retribusi

ü Pembuatan grafik (curah hujan, luas tanam, intensitas tanam, biaya operasi / ha, retribusi dan produksi)

ü Semua kerusakan akibat daya rusak sumber daya alam rawa

Ø Dari hasil / objek evaluasi yang harus diperhatikan utamanya adalah intensitas tanam.

Intensitas tanam adalah indicator produkivitas lahan (= tingkat keberhasilan pendayagunaan lahan)

Apabila intensitas tanam ini kurang dari yang direncanakan atau masih dapat ditingkatkan lagi, maka harus dicari penyebabnya. Kemudian dilakukan langkah tindak lanjut menanggulangi penyebab tersebut (termasuk akibat daya rusak sumber daya alam rawa).

Para penyelenggara operasi menilai juga hasil produksi tanaman per ha dengan cara membuat pengukuran produksi terhadap areal yang dianggap mewakili keseluruhan luas tanaman. Cara ini disebut Ubinan yaitu pengambilan “sample” hasil produksi per ha (lihat formulir no 15 lampiran).

Hasilnya dipakai oleh para Pengambil Keputusan Instansi-Instansi terkait, misalnya Kantor PBB untuk menentukan NJOP, PBB,BPHTB dari distribusi / redistribusi lahan hasil reklamasi rawa; lahan bekas sungai / saluran; lahan timbul dan lain sebagainya (lihat lampiran 14).

Ø Dalam prakteknya perhitungan nilai intensitas tanam menggunakan formulir Operasi no. 08 laporan tanaman seperti terlihat pada lampiran 13.

Ø Secara teoritis produktivitas lahan (= tingkat keberhasilan pendayagunaan lahan reklamasi rawa) dapat dijabarkan sebagai berikut :

P = (O/I) X (O'/O) = (daya guna) X (hasil guna)

dimana :

P = produktivitas

O = output = jumlah luas tanam yang berpotensi terjadi per tahun.

O’= output yang sebenarnya terjadi per tahun

= jumlah luas tanam yang terjadi sebenarnya per tahun.

I = input = jumlah maksimum (luas lahan) x (jumlah upaya tanam per tahun)

O/I = ( jumlah maksimum luas tanam per tahun ) / (jumlah maks.luas lahan xjumlah upaya

tanam per tahun ) .

= Effisiensi = Daya guna

O'/O= ( jumlah luas tanam yang sebenarnya terjadi per tahun ) / (jumlah maks. luas tanam

yang berpotensi terjadi per tahun ) .

= Effektifitas = Hasil guna



Contoh :

o Untuk daerah rawa Bengawan Jero :

O’/O = 260 % dan O/I = 100 %

P = O/I x O’/O = 100 % x 260 % = 260 %.

o Upaya tanamnya 3 x untuk daerah rawa Bengawan Jero.

Pola tanamnya :

1) Untuk rawa bagian tinggi : padi-padi-palawija

2) Untuk rawa bagian tengah : ikan-padi-palawija

3) Untuk rawa bagian dalam : ikan-ikan-palawija

Karenanya P dapat ditingkatkan menjadi P = 300 %.

Ø Untuk lahan tanaman pangan musiman, upaya tanamnya dapat 3 kali per tahun, sedangkan untuk lahan kebun / perkebunan, upaya tanam nya hanya 1 kali per tahun.

Karenanya intensitas lahan tanaman pangan berpotensi untuk dapat 300 %, sedangkan intensitas lahan kebun / perkebunan berpotensi hanya 100 % per tahun.

Ø Lebih lanjut untuk hal ihwal operasi sumber daya alam rawa ini, dapat dilihat pada lampiran 28.

Sabtu, 21 Agustus 2010

siklus operasi



Catatan :

ü Pada air dan tanah terdapat kendala dan potensinya masing-masing

ü Zona Pengelolaan Air (ZPA) tergantung unit lahan. Jadi objek utama yang harus dievaluasi adalah unit lahan.

ü Untuk bentuk jadual aktivitas operasi dapat dilihat pada lampiran 10.


tabel html


Untuk diketahui bahwa keterluapan lahan-lahan tersebut di atas pada musim kemarau dan musim hujan tak tetap. Karenanya lahan dibagi menurut kelas irigasi pasang surutnya, yaitu :


Catatan :
Kelas I = > 4 – 5 kali terluapi per siklus pasang purnama
Kelas II = < 4 – 5 kali terluapi per siklus pasang purnama

(Lanjutan pembagian rawa hidrotopografi )

4.2 Rawa non pasang surut / rawa lebak (lihat lampiran 4)

Yang dimaksud dengan lahan rawa non pasang surut adalah rawa yang terletak pada suatu kawasan tanah rendah (low lying land), dan selalu atau secara periodik tergenang air baik yang berasal dari hujan, akibat luapan banjir air sungai maupun air bawah tanah.
Berdasarkan tingkat ketinggian hidrotopografinya, maka kawasan rawa jenis ini memiliki perbedaan tingkat kepekaan terhadap resiko genangan air yang karenanya dibagi dalam katagori (golongan) sebagai berikut :

Rabu, 18 Agustus 2010

Pembagian Rawa dan hidrotopografi

IV Pembagian Rawa menurut kejadiannya beserta lokasinya dan penjelasan tentang hidrotopografi.


Secara alamiah genangan air yang terjadi pada lahan rawa disebabkan oleh :
1) Air hujan
2) Pengaruh luapan pasang air laut
3) Luapan banjir dari arah hulu sungai
4) Air bawah tanah
Keempat faktor tersebut diatas dapat berperan secara bersamaan, maupun
sendiri-sendiri .
Berdasarkan keempat faktor tersebut pengertian lahan rawa dapat dibagi menjadi
dua jenis :
1) (Lahan ) rawa pasang surut
2) (Lahan) rawa non pasang surut
4.1 Rawa Pasang Surut (lihat lampiran 3)

Yang dimaksud dengan rawa pasang surut adalah rawa yang terletak pada suatu kawasan rendah ( low lying land) yang dipengaruhi oleh gerakan pasang surutnya air laut.
Jenis rawa pasang surut dapat dibagi menjadi 4 katagori berdasarkan ketinggian hidrotopografinya yaitu :

a. Katagori A
Lahan yang terluapi lebih dari 4 a 5 kali per siklus pasang purnama, baik pada musim hujan maupun musim kemarau.

b. Katagori B
Lahan yang terluapi lebih dan 4 a 5 kali per siklus pasang purnama pada musim hujan saja.

c. Katagori C
Lahan yang terluapi kurang dari 4 a 5 kali per siklus pasang purnama pada musim hujan saja. Pengaruh pasang surut hanya pada air tanahnya saja ( di daerah perakaran).

d. Katagori D
Lahan yang terletak lebih dari 0,50 m di atas pasang tertinggi musim hujan yang kurang dari 4 a 5 kali per siklus pasang purnama pada musim hujan. Lahan tak pernah terlampaui oleh muka air pasang. Tak ada pengaruh pasang pada air tanah.
Untuk diketahui bahwa keterluapan lahan-lahan tersebut di atas pada musim kemarau dan musim hujan tak tetap. Karenanya lahan dibagi menurut kelas irigasi pasang surutnya, yaitu :


Catatan :
Kelas I = > 4 – 5 kali terluapi per siklus pasang purnama
Kelas II = < 4 – 5 kali terluapi per siklus pasang purnama

4.2 Rawa non pasang surut / rawa lebak (lihat lampiran 4)

Yang dimaksud dengan lahan rawa non pasang surut adalah rawa yang terletak pada suatu kawasan tanah rendah (low lying land), dan selalu atau secara periodik tergenang air baik yang berasal dari hujan, akibat luapan banjir air sungai maupun air bawah tanah.
Berdasarkan tingkat ketinggian hidrotopografinya, maka kawasan rawa jenis ini memiliki perbedaan tingkat kepekaan terhadap resiko genangan air yang karenanya dibagi dalam katagori (golongan) sebagai berikut :
1) Lahan rawa dengan elevasi tertinggi disebut rawa bagian tinggi atau lebak pematang , yaitu lahan berelevasi pada kedalaman lebih kecil dari 0,50 m a 0,60 m di bawah muka air tertinggi (dengan lama genangan kurang dari ± 0 s/d ± 3 bulan).
2) Lahan rawa dengan elevasi pertengahan yang disebut rawa bagian tengah atau lebak pertengahan, yaitu lahan yang berelevasi pada kedalaman diantara 0,50 m a 0,60 m s/d 1,00 m a 1,20 m (dengan lama genangan ± 3 bulan s/d 6 bulan)
3) Lahan rawa dengan elevasi terendah yang disebut rawa bagian dalam atau lebak dalam, yaitu lahan yang berelevasi pada kedalaman lebih dalam dari 1,00 m a1,20 m. di bawah muka air tertinggi. (dengan lama genangan lebih dari ± 6 bulan).


4.3 Hidrotopografi (lihat lampiran-lampiran no. 3;4;22;26)

a Pengertian


Hidrotopografi adalah gambaran elevasi relative suatu lahan terhadap elevasi muka air yang berfungsi sebagai elevasi muka air referensi.
Karenanya berdasarkan pengertian di atas, maka untuk :



Lahan rawa pasang surut, pengertian hidrotopografi diterjemahkan sebagai berikut :
Hidrotopografi adalah gambaran elevasi relative suatu lahan terhadap elevasi muka air pasang surut di saluran terdekat (saluran tertier dan bukan sungai / saluran primer / saluran sekunder) yang berfungsi sebagai elevasi muka air referensi.




Lahan rawa non pasang surut, pengertian hidrotopografi diterjemahkan sebagai berikut :
Hidrotopografi adalah gambaran elevasi relative suatu lahan terhadap elevasi muka air tertinggi rawa non pasang surut (Muka Air Tertinggi = M.A.T.) yang berfungsi sebagai elevasi muka air referensi.


• Manfaat hidrotopografi

Hidrotopografi berguna untuk informasi / petunjuk apakah suatu lahan dapat diairi atau tidak.

• Perubahan klasifikasi hidrotopografi sesuatu lahan

Akibat terjadinya penurunan muka tanah, maka elevasi lahan dapat berubah, sehingga klasifikasi hidrotopografinya juga berubah.
Begitu juga perubahan dapat terjadi akibat perubahan elevasi muka air yang menjadi elevasi referensi.
Faktor-faktor yang menentukan keadaan hidrotopografi di lapangan berbeda antara rawa pasang surut dan rawa non pasang surut. Perbedaannya sebagai berikut :


a) Untuk rawa pasang surut
1. keadaan elevasi muka air pasang surut
2. peredaman fluktuasi pasang di saluran berdasarkan :
o dimensi penampang saluran
o kondisi pemeliharaan saluran
o panjang saluran
o adanya peluapan pasang yang menyimpang dari biasanya.
3. terdapatnya bangunan pengendali yang ukurannya lebih kecil dari saluran.
4. curah hujan setempat (jika tanggul dan tanahnya sudah basah, maka air pasang lebih mudah mengalir dan menembus lahan yang kering).
5. elevasi muka tanah di lapangan yang sewaktu-waktu dapat berubah karena :
o penurunan muka tanah akibat oksidasi tanah organik.
o Perataan permukaan tanah pada lahan dan pembuatan surjan, kolam ikan dan lain sebagainya.

b) Untuk rawa non pasang surut
1. keadaan elevasi muka air tertinggi (MAT).
2. keadaan elevasi muka tanah di lapangan yang sewaktu-waktu dapat berubah karena :
o penurunan muka tanah akibat oksidasi tanah organik.
o Penataan permukaan tanah pada lahan dan pembuatan surjan , kolam ikan dan lain sebagainya.

Selasa, 17 Agustus 2010

II. Kelemahan-Kelemahan P.P. No. 27 Tahun 1991 Tentang Rawa.

II Kelemahan-Kelemahan P.P. No. 27 Tahun 1991 Tentang Rawa

a) Tak transparannya mengatur distribusi / redistribusi lahan hasil reklamasi rawa

Akibat adanya Undang-Undang Pokok Agraria No.5 tahun 1960 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 tahun 1974 pasal 3 dan P.P. No.16 tahun 2004 pasal 12, seharusnya pada P.P. No.27 tahun 1993 tentang rawa ada pasal mengenai pengaturan pembuatan usul distribusi /redistribusi lahan hasil reklamasi rawa. Pengaturan hasil reklamasi rawa dari pihak Dep. P.U. yang ada samar-samar yaitu pada pasal 26 Peraturan Menteri P.U. No. 64/PRT/1993.


b) Pengaturan Pengelolaan Tak Berdasarkan Konsep Zona Pengelolaan Air

Pada waktu P.P. tersebut dibuat, perkembangan ilmu / teknologi rawa belum sampai pada pemakaian konsep Zona Pengelolaan Air (ilmu / teknologi sangat penting untuk dipakai dalam menetapkan kebijakan / upaya dalam P.P. tentang rawa).

c) Pengertian rawa tak berlaku untuk semua rawa dan rancu dengan situ / danau.

• Secara fisik pengertian rawa berdasarkan P.P. ini rancu dengan pengertian situ dan danau karena tak adanya kriteria kemiringan wadah genangan air.
• Terdapat kesalahan penjelasan seharusnya rawa pada umumnya (tak selalu) mempunyai derajat keasaman air dan tanahnya tinggi ditandai dengan ph yang rendah, yang tertulis pada PP ini berlawanan artinya.
• Ciri kimia dan biologis tak selalu terdapat dalam rawa, karenanya tak dapat dijadikan kriteria.

d) Kelirunya pengertian reklamasi

Pengertian reklamasi yang benar (berdasarkan ilmunya) adalah :
“Reklamasi lahan adalah pemakaian dan perbaikan lahan alam untuk tujuan sebagai berikut :
1. Budidaya pertanian / perkebunan / perikanan / peternakan.
2. Industri / permukiman
3. Lainnya”
Dalam P.P. ini reklamasi rawa adalah upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatan rawa untuk kepentingan masyarakat luas. Pengertian dalam P.P. ini dalam Undang-Undang Sumber Daya Air No.7 tahun 2004 adalah pengembangan.



e) Tak mengatur pengendalian daya rusak

Daya rusak sumber daya alam seperti yang telah dijelaskan dalam butir 1.6. tentu harus dikendalikan dan dijadikan misi untuk mencapai visi pengelolaan sumber daya alam rawa.



f) Visi dalam Peraturan Pemerintah ini tak sesuai dengan Visi Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air dan Peraturan Presiden RI No.7 tahun 2005 tentang RPJMN 2004 - 2009.

• Dalam P.P. ini visinya terdapat dalam pasal-pasal 2,3,40 adalah Konservasi sumber daya alam rawa.
(Konservasi adalah salah satu upaya dalam pengelolaan sumber daya alam rawa).
• Visi Undang-Undang Sumber Daya Air No.7 tahun 2004 terdapat dalam pasal-pasal sebagi berikut :
 Pasal 2 :
Sumber daya air dikelola berdasarkan atas kelestarian keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas.

 Pasal 3 :
Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


• Visi Peraturan Presiden R.I. No.7 tahun 2005 tentang RPJMN tahun 2004 – 2009

Visi Pembangunan Nasional tahun 2004 – 2009 adalah :
1. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2. Terwujudnya bangsa dan Negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak azasi manusia.
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fundasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.



• P3A tak sanggup membiayai jaringan tertier

Pada P.P. ini P3A diharuskan membiayai O & P jaringan tertier. Dimensi bangunan air dan saluran tertier jaringan reklamasi rawa adalah 5 x lebih besar daripada dimensi bangunan air dan saluran tertier jaringan irigasi, sehingga P3A tak akan mampu membiayai O & P nya . Jadi karenanya harus ditanggung Pemerintah.




III Fungsi – Fungsi Rawa

Fungsi rawa dapat tunggal dan multiguna.

• Rawa dengan fungsi tunggal
Rawa jenis ini hanya berfungsi sebagai berikut :
• Budidaya saja
• Reservoir saja
• Retarding basin saja

• Rawa dengan fungsi multiguna

Rawa jenis ini berfungsi multiguna misalnya untuk budidaya , reservoir dan retarding basin.

Operasi terhadap kedua jenis rawa ini berbeda-beda. Perhatikan lampiran No.21 tentang gambaran peta pola pengelolaan sumber daya alam rawa di dalamnya.
Untuk rawa yang berfungsi multiguna atau reservoir saja atau retarding basin saja, maka lahannya baik yang direklamasi atau tidak, tak boleh didistribusi / redistribusi kepada masyarakat atau badan usaha.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Pengertian

I. Pengertian


I.1 Sumber Daya Alam Rawa

Sumber daya alam rawa adalah air rawa, tanah rawa beserta daya air rawa dan daya tanah rawa.



I.2 Rawa ( lihat gambar pada lampiran 1)

1.2.1 Pengertian rawa berdasarkan hasil seminar tahun 1980 di Pandaan Propinsi Jawa Timur :
“Rawa adalah sumber air / lahan yang berupa kawasan dengan topografi hampir datar (kemiringan ≤ ± 4 %), cekung yang tergenang air baik terus-menerus atau musiman secara alamiah”.(merupakan salah satu usulan dalam rencana perubahan P.P. no.27 tahun 1993).

Pengertian rawa berdasarkan Peraturan Pemerintah no.27 tahun 1993 :
“Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus – menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimia dan biologis”.



I.3 Pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa

Pengelolaan sumber daya alam rawa adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi serta menindak lanjuti hasil evaluasi terhadap :
 Konservasi sumber daya alam rawa
 Pendayagunaan sumber daya alam rawa
 Pengendalian daya rusak air rawa dan daya rusak tanah rawa.



I.4 Konsevasi Rawa Sumber Daya Alam Rawa

Konservasi sumber daya alam rawa adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan sifat fungsi sumber daya alam rawa, agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.



I.5 Pendayagunaan Sumber Daya Alam Rawa

Pendayagunaan sumber daya alam rawa adalah upaya untuk penatagunaan penyediaan, penggunaan pengembangan serta pengusahaan agar daya guna dan hasil gunanya dapat dicapai secara optimal (=produktivitasnya maksimal).

I.6 Daya Rusak / Kendala Sumber Daya Alam Rawa

Daya rusak / kendala sumber daya alam rawa terdiri dari (lihat jenis daya rusak sumber daya alam rawa pada lampiran 2).


1.6.1 Daya Rusak Air Rawa yang terdiri dari :

a) Terkumpulnya air dengan debit besar ditandai dengan terlewatinya batas elevasi muka air tertentu sehingga terjadi banjir.
b) Terjadinya kecepatan aliran air baik di sungai saluran maupun di lahan yang melebihi batas kecepatan kritisnya, sehingga terjadi erosi yang diendapkan di saluran drainase utama dan berakibat banjir.
c) Terjadinya genangan pada tempat yang tak dikehendaki.
d) Terkumpulnya larutan-larutan racun ( Fe3+ , Mn 1+ , Al3+ , SO42- ), asam (ph <> 15 mS/cm) dalam konsentrasi yang besar.(umumnya terkumpul di bagian bawah).


1.6.2 Daya Rusak Tanah Rawa yang terdiri dari :

a) Penurunan muka tanah akibat amblesan ( soil subsidence) tanah organik, pemadatan tanah mineral dan konsolidasi tanah mineral.
b) Racun (Fe3+ , Mn 1+ , Al3+ , SO42- ) dan asam-asam (ph < 6) pada tanah organic akibat oksidasi.
c) Daya kering tak kembali pada tanah gambut yang berakibat tak dapat menyerap air dan hilangnya unsure - unsur hara.
d) Daya kembang susut tanah mineral montmorolinite akibat menyerap dan mengeluarkan air yang besar.
e)Emisi karbon dioksid akibat oksidasi tanah gambut/organik.




1.7 Potensi / Manfaat / Hasil Pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa

Potensi / manfaat / hasil pengelolaan sumber daya alam rawa dapat berupa :

a) Lahan (tanah dan daya tanah) untuk kawasan-kawasan :
 Budidaya
 Pelayanan pemerintahan
 Pelayanan kesehatan
 Pelayanan social
 Pelayanan ekonomi dan komersial
 Industri
 Perumahan
 Prasarana wilayah
 Dan lain sebagainya



b) Air untuk kebutuhan :
 Air bersih / air minum / air industri
 Air budidaya

c) Daya air berupa ;
 Transportasi air
 Tenaga air pasang –surut ( untuk irigasi pasang, drainase surut, penggerak PLTA)
 Melindih racun dan asam dari lahan.